Memperindah bacaan Al-Qur’an benar dibolehkan. Namun bagaimana jika kita membaca dengan memaksakan diri mengikuti irama lagu atau musik tertentu? Seperti yang ada pada metode membaca Al-Qur’an dengan langgam jawa yang nampak mengikuti irama seperti sinden.
Perintah memperindah bacaan Al-Qur’an seperti disebutkan dalam hadits berikut. Dari Abu Lubababh Basyir bin ‘Abdul Mundzir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ
“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu Daud no. 1469 dan Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Telah dijelaskan oleh Ibnul Qayyim bahwa melagukan Al-Quran itu ada dua macam:
1- Irama yang mengikuti tabiat asli manusia, tanpa memberat-beratkan diri, belajar atau berlatih khusus. Melagukan bacaan Al-Qur’an seperti ini dibolehkan.
2- Irama yang dibuat-buat, bukan dari tabiat asli, diperoleh dengan memberat-beratkan diri, dibuat-buat dan dibutuhkan latiham sebagaimana para penyanyi berlatih untuk mahir dalam mendendangkan lagu. Melagukan semacam ini dibenci oleh para ulama salaf, mereka mencela dan melarangnya. Para ulama salaf dahulu mengingkari cara membaca Al-Qur’an dengan dibuat-buat seperti itu.
Ibnul Qayyim menegaskan, “Semua orang yang mengetahui keadaan ulama dahulu akan sangat tahu bahwa para salaf berlepas diri dari cara membaca Al-Qur’an dengan mengikuti irama musik yang dipaksa-paksakan yang menyesuaikan dengan nada, ketukan dan batasan tertentu. Para salaf dahulu adalah orang yang sangat takut pada Allah sehingga tidak suka membaca dengan nada-nada semacam itu, mereka pun khawatir jika membolehkannya. Kita tahu bagaimanakah para salaf dahulu membaca Al-Qur’an dengan penuh penghayatan dengan memperindahnya. Mereka memperbagus bacaannya ketika membaca Al-Qur’an. Mereka kadang membacanya dengan penuh semangat, dengan memperindah, dan kadang pula dengan penuh rasa rindu. Ini adalah sifat alami yang syari’at pun mendukungnya bahkan menganjurkannya, bahkan dianjurkan pula untuk mendengarkan orang yang bacaannya indah seperti itu.
Dalam hadits disebutkan,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ
“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” Hadits ini menunjukkan:
- Kenyataan yang ada pada umat Islam adalah melagukan bacaan Al-Qur’an.
- Siapa yang tidak memperindah bacaan Al-Qur’an tidak termasuk pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Zaadul Ma’ad, 1: 470).
Jika memahami hal ini, silakan lihat bagaimana keadaan para Qari saat ini yang terlalu memaksakan diri dalam membaca Al-Qur’an. Seperti itu adalah sesuatu yang tak dituntunkan oleh para salaf.
Semoga Allah memberi petunjuk pada kita untuk menempuh jalan salafush shalih yang selamat dan senantiasa menuai pertolongan Allah.
Referensi:
Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoir Al ‘Ibad. Cetakan keempat tahun 1425 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
—
Selesai disusun Ba’da Zhuhur, 29 Rajab 1436 H di Darush Sholihin Gunungkidul
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom
Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.